Label

Senin, 02 April 2012

Kerugian Negara dari KPS Sebesar 400 Juta Dollar AS


Jakarta, Kompas
Kerugian negara yang timbul dari berbagai aktivitas lima kontraktor Kontrak Production Sharing (KPS) mitra Pertamina sejak tahun 1991 mencapai 400 juta dollar AS. Kerugian negara pada KPS tersebut diungkapkan anggota Komisi VIII DPR Husni Thamrin dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dihadiri Direktur Utama Pertamina Baihaki Hakim, di Jakarta, Kamis (6/12).KPS adalah kontrak kerja sama yang dibuat antara perusahaan asing dan Pertamina untuk mendapatkan minyak atau gas di Indonesia, dan seluruh biaya yang dikeluarkan pihak asing dibayar kembali sebagai cost recovery dari penjualan produk.


Direktur Pertamina Baihaki Hakim mengatakan, apa yang diungkapkan Komisi VIII itu bukanlah hal baru bagi Pertamina dan tidak mengagetkan. Sebab, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selalu memfokuskan penelitiannya pada kasus-kasus yang ada di KPS.


Namun, Baihaki menegaskan, akan menindaklanjuti kalau memang ada temuan baru yang tidak pernah diperiksa BPKP sebelumnya. Dia menambahkan, Pertamina akan membuktikan apakah memang telah terjadi penyimpangan, atau apakah KPS sudah menjalankan kontrak.


Sementara kesimpulan RDP Komisi VIII dan Pertamina itu menyebutkan bahwa Komisi VIII mendesak Pertamina untuk menindaklanjuti informasi tentang kerugian negara dari aktivitas KPS. Di antaranya, pembebanan biaya gas ke minyak, biaya tenaga kerja asing, pembiayaan blok yang belum berproduksi, menghilangkan biaya overhead dari home office KPS, meniadakan technical service from abroad (TSA), dan pembebanan biaya proyek financing.


Berbagai bentuk


Husni Thamrin membeberkan, kerugian yang timbul akibat berbagai bentuk yang berbau korupsi, kolusi dan nepotisme. Misalnya, pembebanan biaya gas ke minyak untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari gas karena profit split minyak 85:15 dan gas 70:30. Kerugian negara dari praktik ini, sejak tahun 1991 hingga 2000, diperkirakan sebesar 198 juta dollar AS, atau rata-rata 20 juta dollar AS per tahun.


Selain itu, kerugian juga muncul karena adanya biaya ekspatriat yang terlalu besar. Sebab, lima persen jumlah tenaga kerja asing di KPS menguasai 52 persen dari total biaya personalia KPS. Dengan asumsi pengeluaran untuk tenaga kerja asing saat ini mencapai 250 juta dollar AS, maka kalau dihemat 10 persen saja, berarti pengeluaran bisa dihemat 25 juta dollar AS dari pendapatan minyak atau gas.


KPS juga membebankan biaya blok yang belum berproduksi ke blok yang sudah berproduksi. Peraturan menegaskan, KPS tidak dibenarkan mengalokasikan biaya tersebut, namun banyak KPS yang melakukannya sehingga dapat diindikasikan kerugian negara 30 juta dollar AS per tahun.


Kerugian juga disebabkan karena Pertamina membolehkan KPS membebankan biaya overhead dari home office-nya dua persen dari total belanja KPS. Kini, total belanja KPS yang sudah berproduksi per tahun mencapai 4,2 milyar dollar AS. Kalau biaya ini dapat dihilangkan, negara terhindar dari pembiayaan sebesar 80 juta dollar AS.


Negara juga dirugikan akibat KPS masih sering melakukan pengadaan bantuan teknis dari luar negeri (technical service from abroad-TSA) yang jumlah pengeluarannya mencapai 50 juta dollar AS per tahun, meskipun sudah diberi biaya overhead dari home office. Selain itu, masih ada KPS yang membebankan biaya sebesar 23,5 juta dollar untuk mencari dana pada cost recovery, padahal sudah mendapat interest recovery delapan persen dari biaya pengembangan lapangan.


Husni Thamrin yang mengungkapkan data tersebut mengatakan, tindakan KPS yang merugikan negara tersebut lebih "berbau" korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). "Jika memang bukan tindakan manipulasi yang sengaja dilakukan oleh mitra Pertamina," katanya.


Menurut Husni, hal ini harus dijelaskan Pertamina. Kalau memang tidak mengetahui, berarti perusahaan asing yang menjadi mitranya telah menyalahi kontrak dan melakukan korupsi. Sehingga perusahaan asing yang kebanyakan berasal dari AS tersebut bisa diajukan ke Foreign Corruption Practice Act (FCPA). (boy)



Husni Thamrin yang mengungkapkan data tersebut mengatakan, tindakan KPS yang merugikan negara tersebut lebih "berbau" korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). "Jika memang bukan tindakan manipulasi yang sengaja dilakukan oleh mitra Pertamina," katanya.
Menurut Husni, hal ini harus dijelaskan Pertamina. Kalau memang tidak mengetahui, berarti perusahaan asing yang menjadi mitranya telah menyalahi kontrak dan melakukan korupsi. Sehingga perusahaan asing yang kebanyakan berasal dari AS tersebut bisa diajukan ke Foreign Corruption Practice Act (FCPA). (boy)


Sumber: http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F18092/Kerugian%20Negara%20dari%20KPS%20Sebesar%20400%20Juta%20Dollar%20AS.htm

Tidak ada komentar: